Aku parkirkan motor vespa warisan dari kakekku di parkiran sekolah, tepatnya dibawah pohon asem yang ada di tempat parkir. Vespa itu adalah kendaraan satu-satunya yang aku miliki, jadi aku sangat menjaganya dengan hati-hati. Alasanku memarkirkan motor di bawah pohon asem tak lain karena pohonnya angker. Jadi aku pikir tak ada yang berani mengambilnya karena banyak yang jagain.
Usai aku mengamankan motorku, segera aku langkahkan
kakiku menuju gedung sekolah yang kira-kira hanya berjarak 10 meter dari tempat
parkir. Saat aku melewati koridor sekolah, tiba-tiba aku mendengar suara cewek
seperti menyapaku. Aku hentikan langkahku dan mulai mencari sumber suara. Aku
toleh kekanan kekiri namun tak kujumpai seorangpun. Saat aku memutuskan untuk
melanjutkan langkahku tiba-tiba ada yang menepuk punggungku dan berkata, “Sile Hamnida.” Betapa kagetnya aku
melihat seorang cewek cantik berambut panjang dan berkulit putih seperti Yoona
SNSD, namun sepertinya aku tak pernah menjumpainya sebelumnya. Pikiranku menuju
pada sosok cantik yang ternyata adalah hantu seperti yang di film-film horror.
Dengan gugup aku mulai berjalan pergi tanpa menghiraukannya. Namun setelah aku
berjalan cewek itu malah mengejarku, setelah aku tambah kecepatan berjalanku
dia meraih tanganku untuk menahanku agar tidak lari lagi.
“Sile Hamnida,
saya bukan hantu,” tegas cewek itu. Untuk memastikan bahwa cewek itu manusia,
aku melihat kakinya apakah menempel lantai atau mengapungu diudara. Dan
alhamdulillah ternyata dia cewek beneran.
“Ups, Mian,”
aku meminta maaf sambil memasang wajah yang paling imut.
“Ne. Sebelumnya perkenalkan namaku Lee Yeonhee,” Yeonhee memperkenalkan diri sembari, mengulurkan
tangannya mengajak berjabat tangan.
“Aku Jiyoung, Kwon Jiyoung,” Aku jabat tangan
lembutnya dan aku sebutkan siapa namaku.
“Ngomong-ngomong kamu anak baru ya?” aku bertanya
karena wajah Yeonhee sangat asing
dimataku.
“Iya, disini aku berada dikelas XI IB. Ruangannya
dimana ya?” Yeonhee menanyakan ruang
kelasnya yang ternyata sama dengan kelasku.
“Itu kelasku, ayo kita kesana bareng,” ucapku penuh
semangat.
Disepanjang jalan menuju kelas, aku banyak bercerita
mengenai sekolahku. Yeonhee cepat sekali
beradaptasi denganku sehingga perjalanan kami yang singkat ini tak terasa
garing dan sepi. Sesampainya kami dikelas. Semua mata tertuju pada Yeonhee .
Aku selaku ketua kelas menjelaskan panjang lebar kepada warga kelasku. Seusaiku
menjelaskan mengenai Yeonhee , Aku persilahkan Yeonhee untuk duduk di bangku kosong tepat
dibelakangku. Dan tempat dudukku tepat didepan guru, aku bersebelahan dengan Youngbae
siswa pendiam yang tak pernah berkomentar dengan apa yang aku lakukan dan
selalu memberiku jawaban-jawaban ampuh setiap otakku berhenti berfikir dan yang
membanggakan dia adalah siswa terpintar dikelasku.
***
Vespa tuaku menggelegar memecah kesunyian komplek
rumahku yang selalu sepi. Tetapi didepan rumahku terlihat aktifitas orang
mondar-mandir membawa properti
yang mereka bawa dari truk kedalam rumah kosong tepat didepan rumah tinggalku.
Nampaknya rumah yang sudah 2 tahun kosong itu maulai terisi dengan penghuni
baru.
Didepan rumah, kutekan klakson motorku berulangkali.
Untuk memerintahkan agar sesorang dari dalam membukakan pintu gerbang. Dan tak
lama kemudian gerbang terbuka, dibukakan oleh Dami kakakku yang super nyebelin bin
ngerepotin, Padahal dia jauuuh
lebih tua dariku. Umur kita terpaut sangat jauh yaitu 12
tahun, dan aku pikir
sekarang sudah waktunya dia untuk menikah.
“Didepan itu ada tetangga baru ya?” tanyaku
berbasa-basi pada Dami.
“Mau tau aja,” kata Dami sambil berjalan meninggalkanku. Memang
pertanyaanku tak pernah ia jawab dengan benar walaupun hanya berbasa-basi.
Setelah aku masukkan motorku ke garasi segera aku menyusul Dami masuk kedalam
rumah.
“Aku
pulang,”
kataku sambil memasukki rumah.
“Wah,
jagoanku sudah pulang ternyata,” kata Mama yang sedang menyiapkan makan
siang. Melihat beliau diruang makan segera aku menghampirinya dan meminta tempe goreng yang sedang ia siapkan.
“Ada tetangga baru ya ma?” tanyaku pada Mama, dan kali ini aku yakin akan
dijawab oleh beliau.
“Iya. Nanti kamu main ke tetangga baru ya,” perintah
Mama.
“Kan belum kenal ma?”
“Makannya main trus kenalan. Nantikan kenal.”
“Nanti sore ya, aku mau bobok siang dulu,” kataku
sambil berlau meninggalkan Mama
menuju ke kamarku.
***
“Jiyoung!”
Mama mengetuk pintu kamarku sambil
memanggil-manggil namaku, hingga membuat mimpi siangku buyar dan aku terbangun
dari tidur siangku.
“Iya Ma,”
sembari mengumpulkan nyawa aku berjalan membukakan pintu untuk Mama.
“Cepat cuci muka, tetangga baru kita berkunjung
kerumah. Kau harus berkenalan dengan mereka. Jangan sampai kita hidup
berhadapan tetapi tak mengenal satu sama lain,” ibu berbicara sambil mendorong
tubuhku kekamar mandi. Lalu mengajakku menuju ruang tamu.
***
Rasanya mata yang tadinya mengantuk menjadi terbelalak
melihat tetangga baruku ternyata Yeonhee dan keluarganya. Ini merupakan sebuah
kebetulan yang sangat luar biasa. Walaupun aku sudah mengenalnya aku diam saja
mempersilahkan ibu memperkenalkan anaknya kepada keluarganya Yeonhee .
“Ini anak bungsu saya namanya Jiyoung, dia sebaya dengan kamu lho Yeonhee
,” ibu memberitahu Yeonhee .
“Sebenarnya saya bersekolah di sekolah yang sama
dengan Jiyoung, bahkan kami sekelas,” ucap Yeonhee .
“Wah, ternyata kalian sudah kenal. Oh iya ini tuan dan nyonya Lee orang tua Yeonhee,”
ibu menunjuk ayah dan ibu Yeonhee sambil
menyenggol lenganku memberi isyarat agar aku bersalaman dengan orang tua Yeonhee
.
Selanjutnya pembicaraan banyak dikuasai oleh
orangtuaku dan orangtuanya Yeonhee . Aku hanya diam saja mendengarkan obrolan
antar kedua orangtua yang sedang terjadi. Sedangkan Dami kakakku malah asik menggoda Yeonhee.
***
Pagi hari ini, aku sudah siap untuk pergi sekolah,
begitu juga Yeonhee dengan seragam
barunya telah keluar dari rumahnya dan berjalan menuju keluar komplek. Ini
merupakan sebuah kesempatan untuk mengajak Yeonhee kesekolah dengan vespaku.
“Pagi Yeonhee ,” sapaku.
“Pagi,” jawabnya manis.
“Ayo berangkat bareng,” aku berhenti memberikan satu
helem untuk ia pakai.
“Ah gak usah,” tolaknya.
“Udah cepet, kali ini aku memaksa,” paksaku.
“Ok, lagian siapa juga yang nolak tumpangan
geratis,” jawabnya sambil meraih helem dari tanganku.
Mulai pagi itu dan seterusnya kami selalu berangkat
dan pulang sekolah bersama. Bahkan kalau aku lagi bosan aku selalu mengajaknya
pergi keluar untuk mencari tempat-tempat yang seru dan bagus untuk dijadikan
lokasi foto karena hoby Yeonhee adalah
fotografi. Kamera adalah suatu barang wajib yang selalu ia kalungkan dileher
kecuali saat ia sekolah.
***
Di siang hari disaat angin berhembus membawa virus
ngantuk. Hingga membuat 50% murid tertidur dan 25%nya lagi berusaha keras untuk
menahan ngantuk yang menyerang mereka, dan sisanya tetap memperhatikan guru,
dan aku termasuk golongan 25% yang sedang menahan kantuk. Tak heran hal ini
terus terjadi saat pelajaran Bahasa Indonesia yang diampu oleh Song Seonsaengnim
seorang wanita paruh baya yang tinggal menghitung bulan lagi usianya memasuki
60 tahun. Namun murid-murid berubah menjadi antusian tatkala Song Seonsaengnim
mengusulkan
sebuah ide yang sangat menarik.
“Kali ini saya akan memberikan kalian tugas yang
akan kalian kerjakan secara berkelompok, yaitu tugas drama, dimana drama yang
paling bagus nanti akan ibu tampilkan diacara perpisahan saya. Jadi kerjakan
dengan sebaik munngkin. Ok!” Song
seonsaengnim
memberi
tugas.
“Kelompoknya berapa orang seonsaengnim?”
tanyaku.
“3 saja, tapi kalian harus memerankan lebih dari
satu karakter,” jelas ibu Sri. Dan pergi meninggalkan kelas karena jam
pelajaran beliau telah usai.
Kepergian Song seonsaengnim
dari kelas membuat kelas menjadi gaduh, karena masing-masing murid sibuk
mencari kelompok. Agar tak kecolongan start segera aku mengaja Youngbae dan Yeonhee
masuk kedalam kelompokku.
“Yeonhee kau
satu kelompok dengan aku ya,” ajakku sambil menoleh kebelakang menghadap Yeonhee
yang duduk dibelakangku.
“Ok!”jawab Yeonhee tanpa basa-basi. Mendengar Yeonhee setuju aku mulai berpaling darinya dan ganti
mengajak Youngbae.
“Youngbae
kamu kelompokku ya,” ucapku sedangkan Youngbae hanya mengangguk mengiyakan
tawaranku.
Akibat tugas drama yng diberikan Song seonsaengnim,
sepulang sekolah kami selalu merembuk drama tersebut besama-sama disekolah.
Dari mulai mencari ide hingga membuat naskah kami selesaikan bertiga disekolah. Dan
akhirnya diskusi kita selama ini menjadi sebuah naskah yang menurutku cukup
menarik. Drama kami bercerita mengenai gambaran manusia setelah meninggal namun
tetap kami kemas dengan format komedi. Setelah naskah jadi, kami mulai berlatih
adegannya. Kali ini kita berlatih tidak lagi disekolah tetapi dirumahku.
***
Bertempat dirumahku, Youngbae dan aku menunggu
kedatangan Yeonhee yang sedang pergi
berbelanja dengan mamanya. Aku dan Youngbae memiliki hobi yang sama yaitu
bermusik, kita biasa bermain bersama dirumahku. Dia jago dalam bermain keyboard
dan aku bermain gitar sekaligus merangkap vokalis. Setelah aku dan Youngbae
memainkan beberapa lagu tida-tiba Yeonhee datang dan memaksa kami untuk berhenti bermain
musik dan berlatih drama.
Sepanjang berlatih kita tidak pernah serius. Bahkan Youngbae
yang tadinya pendiam berubah menjadi cerewet dan bertingkah sangat ajaib.
Memang jika dipersentasekan kita hanya menggunakan 25% waktu untuk berlatih
sedangkan sisanya kami gunakan untuk bercerita dan sedikit curcol. Drama ini
menjadikan aku, Youngbae, dan Yeonhee menjadi tambah akrab. Bahkan aku sudah
mengangga Youngbae dan Yeonhee sebagai
sahabatku.
Namun selang waktu berganti perasaanku pada Yeonhee mulai berubah dari sahabat jadi cinta. Cinta
ini tak sengaja telah tumbuh karena kita telah terbiasa bersama. Namun mengenai
perasaanku ini, aku masih belum berani untuk mengutarakan padanya.
***
Sudah 3 bulan perasaan cintaku pada Yeonhee bersarang dihatiku. Aku semakin tersaiksa akan
perasaan ini. Setiap aku dekat dengan Yeonhee , jantung ini rasanya berdetak 2
kali lebih cepat dari biasanya. Tak sanggup lagi aku memandam perasaanku ini
sendiri, dan aku memutuskan untuk mengutarakannya pada Yeonhee sore hari ini.
Pukul 3 sore aku telah memanggil-manggil nama Yeonhee
didepan rumahnya. Lalu keluarlah Yeonhee
dengan berdandan casual serta tak lupa
ia membawa kamera kesukaannya yang ia gantungkan dilehernya. Setelah kami siap,
aku mulai menjalankan vespaku menuju suatu tempat favorit ku yang cocok sekali
untuk dijadikan objek foto oleh Yeonhee .
***
Disebuah dataran tinggi dengan pemandangan yang
indah, Yeonhee dengan trampilnya memainkan
kamera mengabadiakan setiap momen alam yang terlihat begitu alamiah. Saat Yeonhee
asyik dengan kameranya aku mulai
mempersiapkan sebuah strategi penembakan cinta untuknya.
“Aku mau ngomong sesuatu …,” tak sengaja aku
mengucapkan perkataan yang sama dengan Yeonhee .
“Apa itu?” tanyaku sambil mempersilahkan Yeonhee berbicara terlebih dahulu.
“Okeh gak perlu gue berbasa-basi, gue cuma mau
bilang kalo gue cinta sama lho. Bagaimana menurutmu?” Yeonhee mengutarakan sebuah pengakuan cinta tanpa
basa-basi hingga membuatku mematung.
“Ternyata Yeonhee juga suka sama gue, gimana ini gue udah
keduluan deh sama Yeonhee . Gengsi juga kalau aku harus menerimanya, gue kan
cowok,” ucapku dalam hati.
“Kwon
Jiyoung?”
Yeonhee menyenggolku yang terdiam
menatapnya.
“Kalau aku gak suka gimana?” tanyaku dengan nada
sesantai mungkin berusaha menutupi rasa gugupku.
“No Problem, yang penting aku udah ngomong ke kamu.
Lagian cinta tumbuhkan kapan aja. Kalau memang sekarang enggak, siapa tahu
besok rasa cinta itu tumbuh,” ucap Yeonhee dengan wajah berseri-seri tanpa ada kekecewaan
dari raut mukanya.
Selama perjalanan pulang, rasa menyesal tiba-tiba
menggelayutiku. Aku menyesal mengapa tadi aku tidak mengaku saja padanya, dan mengapa tadi aku tidak langsung
mengatakannya. Aku telah mengambil jalan yang salah dan menyulitkanku akibat
rasa gengsiku.
***
Tidurku terbangunkan oleh suara handphone yang
memanggilku berulangkali. Segera kuraih handphoneku dan mengangkatnya tanpa
mengetahui siapa yang menelfon.
“Hallo?” sapaku sambil mengumpulkan nyawa yang belum
bersatu diragaku.
“Cepat bangun. Aku sama Youngbae mau jalan-jalan
nih. Aku jemput kamu 5 menit lagi. Ok!” dengan nada bersemangat Yeonhee mengajakku untuk pergi, dan setelah ia
berbicara ia langsung menutup telfonnya sehingga secara tidak langsung ia
memaksaku untuk cepat-cepat bangun, cuci muka, dan ikut jalan dengan mereka.
Dan tepat 5 menit setelah ia menelfon, didepan remuah, Yeonhee dan Youngbae telah memanggil-manggil namaku
dengan kerasa tanpa henti-henti hingga aku keluar rumah dan menemui mereka.
“Emang mau kemana sih?” tanyaku yang baru saja
keluar dari rumah.
“Kita mau ke pantai,” kata Yeonhee dan Youngbae serempak.
“Tumben?” tanyaku penasaran.
“Udah gak usah kebanyakan tanya cepat naik,” kali
ini Yeonhee membawa mobil ayahnya untuk
kendaraan kami menuju pantai.
***
Dipantai kami bermain bersama, mulai dari membuat
istana pasir, bermain voly pantai, sampai bermain air dan berenang bersama.
Selain bermain tentunya banyak gambar yang terabadikan dengan kamera milik Yeonhee
. Yang pasti aku merasakan kedekatan diantara kita bertiga umumnya dan diantara
aku dan Yeonhee khususnya. Disaat lagi
seru-serunya bermain tiba-tiba Yeonhee ingin pergi ke kamar kecil.
“Tunggu sebentar ya, aku ke kamar kecil dulu,” kata Yeonhee
sambil menutupi mulut dan hidungnya yang
entah kenapa.
Hampir setengah jam aku dan Youngbae menunggu Yeonhee
yang tak kunjung datang. Karena lama
menunggu, Youngbae ikutan pingin kekamar kecil karena kebelet pipis.
“Aku kebelet pipis,” Youngbae berbicara sambil
berlari menuju kamar kecil dan tinggalah aku sendiri.
Saat aku asyik melamun sambil melihat pemandangan
pantai, Youngbae dan Yeonhee datang
secara bersamaan dan mengagetkanku dengan menepuk pundakku dan berteriak,
“woi.”
“Ya
ampun,
kalian ngagetin aku aja,” kataku kaget..
“Makannya jangan ngelamun, kalo gak gue kagetin
bisa-bisa kesambet loe,” kata Youngbae.
“Udah yuk main dipantainya. Sekarang saatnya kita
makan,” ucap Yeonhee sambil menarik
pergelangan tanganku dan mengajakku berlari menuju sebuah pondok ikan bakar
yang terletak tak jauh dari bibir pantai.
Kami duduk dan makan ikan bakar bersamaan. Karena
begitu laparnya kami makan begitu semangat. Saat kami sedang asyik makan,
tiba-tiba Yeonhee menghentikan tangannya
dan berhenti untuk makan. Dia lalu berbicara dengan nada yang begitu serius.
“Jiyoung, Youngbae. Gue mau ngomong serius sama
kalian.”
“Mau ngomong apa Yeonhee?” tanya Youngbae sambil melepaskan
ikan yang hampir saja masuk kemulutnya. Sedangkan aku hanya diam terperangah
melihat ucapan Yeonhee yang tak biasanya.
“Sebenarnya ini hari terakhirku bemain dengan
kalian,” ucap Yeonhee misterius.
“Memangnya kamu mau kemana?” tanyaku ganti.
“Aku mau pindah sekolah ke Singapura,” jawab Yeonhee
yang membuat aku dan Youngbae terkaget-kaget.
“Mengapa terlalu mendadak,” ucapku tak terima dengan
pernyataan Yeonhee .
“Tidak. Ini sudah aku persiapkan dengan matang tanpa
sepengetahuan kalian.”
“Jiyoung, Youngbae. Kalian adalah teman terbaikku
selama aku besekolah di Seoul Korean Traditional Arts Middle & High School.
Terima kasih kalian telah menemani hari-hariku selama ini,” Yeonhee yang tak kuat lagi membendung air matanya
akhirnya menangis dan behenti bicara. Melihat Yeonhee menangis aku dan Youngbae menjadi ikut menangis
dan tak mampu lagi berucap. Disaat aku dan Youngbae menangis Yeonhee tiba-tiba pergi meninggalkannku dan saat
sampai di pintu keluar ia berbalik dan berkata, “Mian hamnida,” lalu pergi meninggalkan aku dan Youngbae.
***
7 hari sekolah tanpa Yeonhee . 7 hari juga aku
selalu galau karena Yeonhee . Aku menyesal karena belum juga mengutarakan perasaanku
padanya. Dan kali ini aku akan membulatkan tekatku untuk menyatakan perasaanku
kepadanya.
Dengan bantuan Youngbae aku akan menjalankan misiku
untuk menyatakan perasaanku kepada Yeonhee . Youngbae merekamku yang
menyanyikan sebuah lagu inggris berjudul “Your Call”. Sebuah lagu yang tepat
sekali untuk moment yang akan aku berikan untuk Yeonhee . Setelah semua
selesai, segera aku pacu vespaku untuk pergi kerumah dan mengirimkan videoku ke
Yeonhee .
***
Namun begitu terkejutnya aku saat pulang kerumah.
Bukan janur kuning melainkan bendera kuning berkibar di gerbang rumah Yeonhee ,
dan itu merupakan pertanda bahwa keluarga Yeonhee sedang berduka. Dan tepat saat aku berdiri
didapan rumah Yeonhee tangisku pecah
mengetahui bahwa yang meninggal adalah Yeonhee . Tak kuat aku menahan semua ini
membuatku terjatuh dan pingsan.
Dan saat aku tersadar aku telah berada di kamarku
dengan ditemani Mama.
Mama membawa sebuah album foto lalu
beliau berikan kepadaku. Album foto itu membuatku menangis kembali. Sebuah buku
berisi foto-foto diriku, yang diambil tanpa sepengetahuanku, tertempel rapi
dengan macam-macam hiasan tulisan tangan Yeonhee. Semua ini membuatku semakin
menyesal karena aku belum juga mengatakan perasaanku kepadanya hingga akhirnya Yeonhee
meninggal dan pergi tanpa bisa aku
cegah.
Seharian aku menangis dan terus menangis hingga
membuat Mama
bingung bagaimana menenangkanku. Selain Mama, Youngbae juga datang
mengunjungiku untuk mencoba menghiburku. Selain menghiburku ia juga
menceritakan tentang kondisi Yeonhee yang takku ketahui sebelumnya.
“Sabar Jiyoung,” kata Youngbae menenangkanku sambil
mengelus-elus punggungku.
“Mengapa Yeonhee bisa meninggal Youngbae?” tanyaku sesenggukan.
“Karena Hepatitis yang sudah lama menempel padanya.”
“Lalu mengapa tidak bilang saja sama kita, mengapa
rasa sakit itu ia tahan sendiri,” ucapku tak terima.
“Karena Yeonhee tak mau kita tahu jika ia sakit. Aku tahupun
karena tak sengaja aku memergokinya
mutah darah saat kita dipantai. Dan dia memintaku untuk tidak memberitahumu
karena dia begitu cinta denganmu,” papar Youngbae yang sontak membuat tangisku
semakin menjadi.
“Ini semua salahku, mengapa tak dari dulu aku
mengakui bahwa aku suka padanya. Sampai akhir hayatnya ia hanya mengetahu Jiyoung sebagai sahabatnya lebih tepatnya
sebagai cintanya yang bertepuk sebelah tangan,” kataku penuh penyesalan.
“Sekali lagi sabar Jiyoung. Yeonhee sudah bahagia di alamnya, jangan buat ia sedih
karena melihat orang yang dicintainya selalu menangis. Jika kau lihat Yeonhee menangis kau pun ikut menangis begitu juga Yeonhee
dia akan menangis jika melihatmu seperti
ini,” kata Youngbae bijak.
“Semoga ini mimpi. Semoga saat aku terbangun nanti Yeonhee
berada didepanku dan membangunkan tidur
nyenyakku,” ucapku mencoba melupakan Yeonhee dan tidur.
Didalam gelapku menutup mata. Tiba-tiba memori
tentang Yeonhee muncul dibenakku. Mulai
dari awal aku bertemu dengannya, belajar, pergi sekolah, dan jalan-jalan yang
sering aku lakukan bersama dengannya. Dan yang paling menyakitkan saat memori
dimana Yeonhee mengutarakan rasa
cintanya padaku dan akibat rasa gengsiku aku menolaknya. Semua itu membuatku
semakin ingat dan semakin rindu akan sosok Yeonhee yang tak akan aku jumpai selamanya. Dengan
adanya kejadian ini aku menjadi sadar bahwa
hidup ini singkat dan tidak ada waktu untuk meninggalkan kata-kata
penting tak terkatakan.

Komentar
Posting Komentar